Kisah Chandra Naya yang Menjaga Warisan di antara Beton Modern

Namun, pada awal tahun 2000-an, Chandra Naya menghadapi ancaman serius. Proyek pembangunan kompleks apartemen dan hotel modern di kawasan tersebut nyaris meratakan bangunan ini demi kepentingan komersial.

Penulis Ridho Masruri Irsal

waktu baca 1 menit
22/06/2025
125 views

Kediaman Mayor Khouw Kim An menjadi Situs Budaya.
Foto dokumentasi pribadi Ridho Masruri Irsal, Jakarta, 2025

Di setiap sudut Kota Jakarta, gedung pencakar langit dan pusat perbelanjaan berdiri megah, menyimbolkan modernitas dan pertumbuhan ekonomi. Tetapi di antara kemegahan tersebut, masih tersisa fragmen sejarah yang setia menjaga identitas masa lalu. Salah satunya adalah Bangunan Chandra Naya, sebuah rumah bergaya Tionghoa yang terletak di Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat. Bangunan ini bukan hanya peninggalan arsitektural, melainkan juga monumen kehidupan multikultural yang telah lama hidup berdampingan di Jakarta.

Bangunan Chandra Naya pada mulanya adalah kediaman pribadi Mayor Khouw Kim An, salah satu tokoh Tionghoa paling berpengaruh di Batavia pada awal abad ke-20. Sebagai Mayor terakhir komunitas Tionghoa yang diangkat oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, Khouw Kim An menempati hunian ini bersama keluarganya. Gaya arsitekturnya mencerminkan akar budaya Tionghoa yang begitu kuat, dengan elemen-elemen khas seperti atap melengkung, ornamen naga, taman dalam (courtyard), dan pintu gerbang megah berhiaskan warna merah. Struktur bangunan ini tampil simetris dan memanjang ke belakang, ciri khas rumah tradisional Tionghoa. Halaman tengah yang luas memungkinkan cahaya alami menelisik ke dalam bangunan, sekaligus menjadi ruang transisi yang anggun antara area privat dan publik. Pada masa kejayaannya, kediaman ini acap kali menjadi tempat berkumpulnya para tokoh komunitas, bertransformasi menjadi pusat kegiatan sosial dan budaya Tionghoa.

Masa Transisi dan Ancaman Kehilangan

Seiring perubahan sosial-politik di Indonesia, kediaman ini mengalami beragam transformasi. Pasca-kemerdekaan, bangunan ini beralih fungsi menjadi kantor organisasi sosial Tionghoa bernama Chandra Naya, yang lantas menginspirasi nama bangunan itu sendiri. Dalam perjalanannya, gedung ini juga sempat difungsikan sebagai rumah sakit dan asrama bagi mahasiswa Universitas Tarumanagara.

Simbol dekoratif masyarakat Tionghoa, melambangkan perjalanan hidup, kejayaan, keluarga dan kehormatan. Foto dokumentasi pribadi Ridho Masruri Irsal, Jakarta, 2025.

Namun, pada awal tahun 2000-an, Chandra Naya menghadapi ancaman serius. Proyek pembangunan kompleks apartemen dan hotel modern di kawasan tersebut nyaris meratakan bangunan ini demi kepentingan komersial. Protes keras dari komunitas pelestari cagar budaya dan pemerhati sejarah pun mengemuka. Mereka berpendapat bahwa penghancuran Chandra Naya bukan sekadar kehilangan sebuah rumah tua, melainkan juga hilangnya simbol penting akulturasi budaya di Jakarta.

Setelah melalui berbagai negosiasi dan tekanan publik yang signifikan, pengembang akhirnya sepakat untuk mempertahankan bangunan utama Chandra Naya. Meskipun kini berdiri di tengah kompleks modern, bangunan bersejarah ini berhasil diselamatkan dan direstorasi, menjadi bagian integral dari wajah baru yang memadukan masa lalu dan masa kini dengan harmonis.

Ridho Masruri Irsal, S.Ars., M.Si.
Ketua Subkelompok Pengendalian Pemanfaatan Ruang II Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan DKI  Jakarta

Ingin tahu lebih dalam tentang kisah lengkap Chandra Naya dan berbagai tantangan pelestarian cagar budaya di tengah arus modernisasi? Unduh Nawala Vokal Edisi 256 (link) sekarang untuk menyelami narasi yang lebih kaya!


Avatar Ridho Masruri Irsal

Ridho Masruri Irsal
Pemerhati heritage dan arsitektur di perkotaan

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

Previous Story

Menjelajahi Seni Berbagi Vincent Rumahloine

Oktober 2046. Dibuat oleh Galih Sakti, Queens, New York City, 2025.
Next Story

Puisi Menuju Pulang dari Kota yang Bakal Tenggelam