Di tengah ramainya perkampungan urban, lahan menjadi barang mewah dan budget kerap membatasi mimpi untuk memiliki rumah yang layak. Sebuah proyek renovasi kemudian menarik perhatian kami, yaitu Kos-kosan Ruang Empat. Desain apik tidak harus memiliki lahan luas atau dana berlimpah. Dengan luasan hanya sekitar 30 m2, proyek ini mampu mewujudkan hunian yang fungsional dan nyaman. Dinamakan Kos-kosan Ruang Empat, sebab sang Arsitek merancang empat fungsi wajib di hunian ini, yaitu kamar tidur, kamar mandi, dapur dan ruang duduk.


Lantai dasar atau lantai satu, didedikasikan sebagai rumah mungil bagi adik sang pemilik. Terdapat dua kamar tidur yang berdampingan dengan dapur layaknya mini pantry. Satu sofa kecil melengkapi ruang tengah menciptakan area komunal yang sederhana dan nyaman. “Dua kamar tidur ini sebenarnya juga difungsikan sebagai kos-kosan, tapi dapat dihuni oleh adik sang pemilik,” jelas arsitek. Fungsi ruang di lantai dasar dirancang fleksibel dan dapat berubah dari kos-kosan menjadi tempat tinggal pribadi. Di balik area dapur, arsitek mempertahankan kamar mandi eksisting demi tercapainya efisiensi biaya.
Melangkah ke lantai dua, kita akan menemukan tiga kamar kos yang menjadi inti proyek ini. Meskipun lahannya terbatas, arsitek Irawan Listanto berhasil merancang tiga kamar tidur kos yang ideal untuk satu penghuni di setiap kamar. Lokasinya yang strategis di sekitar Kota Tua tentu sangat menarik bagi para pekerja dari luar kota yang membutuhkan hunian sewa.

Salah satu tantangan dalam proyek ini adalah cara memperbaiki struktur bangunan. “Pada bangunan lama, lantai dua terbuat dari papan, jadi wajar jika tidak ada kamar mandi di atasnya,” jelas Irawan. Kamar mandi baru dibangun tepat di atas kamar mandi eksisting sebagai pendukung fungsi kos-kosan. Alih-alih membongkar total, arsitek memilih mempertahankan dinding-dinding perimeter dan dinding kamar mandi di lantai satu yang masih kokoh.
“Namun, lantai duanya tetap kami cor,” tegas Irawan. Konstruksi lantai cor menggunakan sistem bondek untuk menopang fungsi 3 kamar kos di atasnya. Kolom-kolom struktur yang awalnya hanya ada di lantai satu, kini diteruskan hingga ke lantai dua. Pondasi cakar ayam sederhana berukuran 60 x 60 cm sedalam 1 meter ditambahkan di dua titik sudut bangunan untuk memperbaiki struktur dari atap hingga lantai satu.

Secara potongan, alur ruang terlihat sangat ringkas. Di area depan, terdapat tangga yang mengantarkan penghuni ke lantai atas, disambut koridor di depan tiga kamar kos. Ruang tengah di lantai satu tetap menjadi jantung kegiatan, berfungsi sebagai area komunal yang fleksibel.
Biaya operasional perawatan bangunan pun menjadi pertimbangan penting. Fasad yang membutuhkan perawatan tinggi tentu akan membebani pemilik. Irawan Listanto tak ingin pendapatan dari iuran kos justru habis untuk perawatan. Maka lahirlah solusi desain fasad yang inovatif.
Lantai dua mendapatkan perlakuan desain yang unik. “Fasadnya ditutup dengan spandek,” jelas arsitek. Material ini praktis dan dapat diteruskan dari atap menuju ke arah depan, lalu berubah menjadi fasad. Fasad spandek tersebut menutupi area kamar-kamar kos agar terasa lebih privat dan sejuk.
Detil lain juga diperhatikan secara cermat. Ambil contoh tangga. Meskipun dalam desain terlihat curam, arsitek menjelaskan, “Di lokasi, kemiringan tangga masih bisa dibuat lebih landai.” Keterbatasan lahan di permukiman padat memang menuntut arsitek untuk berpikir kreatif. “Tangga di rumah-rumah perkampungan kota memang rata-rata hampir tegak lurus, sekitar 80-90 derajat, karena lahan yang sempit,” imbuhnya. Sudut yang curam ini berhasil diatasi agar tetap nyaman dan aman digunakan oleh para penghuni.
Setiap renovasi umumnya perlu mempertimbangkan efisiensi biaya dan fungsi yang optimal. Irawan Listanto mengakui, “Sebenarnya tak banyak material eksisting yang saya pakai kembali dalam desain ini.” Namun, ada satu pengecualian, yaitu jendela nako. Daya tahan material sangat penting guna menekan biaya pembangunan dan perawatan. “Dari bangunan rumah eksisting, jendela nako terbuat dari material yang lebih awet ketimbang jendela kayu,” jelas Irawan.

Keunggulan jendela nako juga terletak pada fleksibilitasnya. “Jendela ini tak butuh banyak ruang, tapi tetap bisa dibuka-tutup,” jelas sang arsitek. Fitur ini krusial untuk diterapkan di area terbatas seperti koridor sempit menuju lantai dua. Sehingga sirkulasi udara di area ini tetap optimal tanpa mengganggu lalu lintas di depannya.
Decak Kagum
Pembangunan Kos-kosan Ruang Empat menyajikan fenomena yang unik. Kecepatan dan efektivitas proses pengerjaannya jadi tontonan menarik bagi warga sekitar. “Di sana, rata-rata dinding perimeter rumah tidak ada yang di-finished, rata-rata berupa hebel ekspos,” ujar Irawan. Saat proyek renovasi dua lantai ini selesai dalam waktu tiga minggu, tetangga-tetangga banyak yang bertanya penasaran kepada tim tukang di lapangan.
Mereka menghadapi masalah serupa, rumah yang pembangunannya mangkrak padahal sudah menghabiskan banyak biaya tetapi tak kunjung rampung. “Oh iya, boleh dong nanti kalau kosan ini selesai, rumah saya tolong dikerjakan,” Irawan menirukan ucapan mereka. Ternyata desain cermat yang berlandaskan kepedulian mampu membangun sebuah rumah sekaligus harapan bagi lingkungan sekitarnya.

Cerita proyek Kos-kosan Ruang Empat adalah cerminan dari dilema kaum urban tentang bagaimana menghadirkan hunian yang layak di tengah keterbatasan. Proyek ini menjawab tantangan itu melalui dialog arsitektur dan konstruksi sederhana, sebagai solusi efektif untuk perkotaan padat. Kos-kosan Ruang Empat memperlihatkan kepada kita bahwa di balik setiap keterbatasan, selalu ada kesempatan untuk kepedulian dan kreativitas.
Ar. Amita Ratih Purnamasari, S.Ars, IAI.
Prinsipal Arsitek & Desainer Interior di Poiesis Studio

Mayang Ratih
Penggemar fotografi dan literasi